Minggu, 17 Maret 2013

Nasab,Hak Dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

A.Pendahuluan
Perkawinan merupakan satu jalan untuk membentuk satu keluarga yang terkecil dalam lingkungan masyarakat dan juga sebagia bagian yang amat disenangi oleh manusia pada umumnya.Perkawinan bukan hanya saja untuk menghalalkan hubungan intim antara suami-istri,akan tetapi juga untuk membina rumah tangga yang disertai dengan hak dan kewajibannya agar memperoleh kebahagiaan yang tidak hanya kita naungi didunia semata,akan tetapi juga keselamatan di akhirat kelak.
Maka dari itu sebelum melakukan prosesi akad perkawinan,yang pada akhir nanti akan mewujudkan satu keluarga,maka perlu pengkajian yang mendalam,memerlukan pengamatan dan penilitian yang lebih serius,guna untuk menjawab pertanyaan dengan siapa kita boleh melakukan pernikahan,yang pada gilirannya nanti akan melahirkan hak dan kewajiban sebagai suami-istri serta pemeliharaan terhadap anak cucu kita dibelakang hari.
Kajian-kajian yang menyangkut dengan hal ini dalam ruang lingkup perkawinan diantaranya yaitu :
ü  Nasab
ü  Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak
ü  Masa pemeliharaan dan
ü  Biaya-biayanya
Dengan adanya ketentuan-ketentuan yang seperti ini,maka dalam mencapai rumah tangga  yang rukun akan sangat mudah untuk dapat dijalankan oleh masing-masing keduanya (suami-istri),dan juga perjalan rumah tangga akan senantiasa terpelihara dengan baik yang dalam jangka panjang kita mendapatkan prestasi pemimpin yang mulia bagi istri dan anak-anak kita,jika ia seorang suami,dan istri yang taat bagi mitra suaminya.
Oleh karena demikian terlebih dahulu kita akan membicarakan perkawinan dalam ruang lingkup nasab yang pada gilirannya untuk sampai kita kedalam hak dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya serta masa pemeliharaan dan biaya-biayanya.


B.Nasab
Pada umumnya nasab mempunyai dua tempat yang berbeda dalam memahaminya;pertama,nasab dari garis keturunan perempuan dan laki-laki.Kedua,nasab dari satu pernikahan hingga melahirkan keturunan.
Nasab dari garis keturunan perempuan lazimnya ditempatkan ketika kita hendak menikahi seseorang perempuan yang biasa dikenal dengan peminangan,maka dalam hal ini dianjurkan untuk melihat harta,kecantikan.agama dan dari garis keturunan perempuan yang akan kita pinang tersebut.
Adapun yang kedua tadi nasab yang disebabkan karena adanya ikatan nikah,dalam hal yang semacam ini akan melahirkan tanggun jawab terhadap satu pihak dengan pihak yang lain dan bahkan terhadap anak sekaligus,dan begitu selanjutnya.Oleh sebab itu nasab mempunyai makna yaitu suatu legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah sebagai salah satu akibat pernikahan yang sah.Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya,sehingga dengan itu anak tersebut menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu,dengan demikian anak tersebut berhak mendapatkan hak-hak sebagai akhibat adanya hubungan nasab seperti hak warisan,pernikahan,perwalian dan lain sebagainya.
Hak-hak sebagai adanya hubungan nasab juga akan mengakibatkan terhadap suatu larangan,yaitu larangan untuk menikahi,baik sifatnya selamanya dalam artian sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan itu tidak boleh melakukan perkaawinan,larangan dalam bentuk ini disebut dengan mahram muabbad.ataupun bersifat sementara dalam artian larangan itu berlaku dalam keadaan dan waktu tertentu;suatu ketika bila keadaan dan waktu tertentu itu sudah berubah ia sudah tidak lagi menjadi haram,yang lazimnya kita kenal dengan mahram mauqqat[1].
Dalam pengertian yang riil mahram muabbad juga dibagi kedalam tiga kelompok;pertama,disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan atau nasab,kedua,larangan perkawinan karena adanya hubungan perkawinan yang disebut dengan hubugan mushaharah,dan ketiga,karena hubungan persusuan.
Adapun mahram muaqqat yang merupakan larangan kawin yang sifatnya sementara yang disebabkan oleh waktu tertentu,bilamana waktu tersebut sudah tidak ada lagi,maka larangan tersebut menjadi gugur,sebab itu dalam katagori yang seperti ini berlaku dalam keadaan :
ü  Mengawini dua orang saudara dalam satu masa.
ü  Poligami diluar batas,dalam artian seorang laki-laki mengawini lebih dari empat perempuan,dengan tidak menceraikan salah satunya.
ü  Larangan karena ikatan perkawinan terhadap perempuan yang masih ada hubungannya dengan suami dalam perkawinan yang sah.
ü  Larangan karena talak tiga.
ü  Larangan kerana ihram.
ü  Larangan karena perzinaan.
ü  Larangan karena beda agama.
C.Hak Dan Kewajiban Orang Tua Terhadap anak
Sebagaimana kita ketahui bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian hidup bersama antara dua jenis kelamin untuk menempuh kehidupan rumah tangga,semenjak dari keberlangsungan perjanjian melalui akad,kedua belah pihak telah terikat dan sejak itu mereka mempunyai hak dan kewajiban yang tidak mereka miliki sebelumnya.Maka dalam hal yang seperti ini focus kita terhadap hak dan kewajiban orang tua terhadap anak atau disebut juga hak dan kewajiban bersama,bukan hak dan kewajiban terhadap salah satu keduanya suami-istri.
Yang dimaksud dengan hak bersama suami-istri ini adalah hak bersama secara timbal balik dari pasangan suami istri terhadap yang lain,yakni[2] :
ü  Boleh bergaul dan bersenang-senang diantara keduanya.
ü  Timbulnya hubungan suami dengan keluarga istrinya dan begitu juga sebaliknya,yang lazim disebut hubungan mushaharah.
ü  Hubungan saling mewarisi diantara suami-istri.Setiap pihak berhak mewarisi pihak lain bila terjadinya kematian.
Sedangkan kewajiban keduanya secara bersama dengan terjadinya perkawinan itu secara garis besar adalah:
ü  Memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut.
ü  Memelihara kehidupan rumah tangga yang sakinah,mawaddah dan warahmah.
Dari item diatas pada bagian kedua yang merupakan kewajiban orang tua terhadap anaknya dan tidak terlepas dari tanggung jawab untuk membekali anak dengan kebutuhan yang seharusnya menjadi hak anak tersebut,baik itu pemeliharaan maupun didikan.Maka dalam hal ini memelihara dan mendidik mempunyai penjabaran yang sangat luas,sehingga peran orang tua dalam hal ini sangat membantu akan tumbuh kembang anak tersebut.
Dalam pengertian yang lebih spesifik para ulama figh menyebutnya dengan hadanah yang berarti pemeliharaan terhadap anak yang masih kecil atau sudah besar sekalipun,akan tetapi belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk (mumayyiz),menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya,menjaga dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya,mendidik jasmani,rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya[3].
Berbicara masalah mengasuh atau mendidik anak yang merupakan sebagian dari bagian tanggung jawab orang tua yang tidak akan terlepas sampai kapanpun sebelum hak-hak anak ini diprioritasi,yang bukan hanya terbatas pada materi yang di perlukan oleh anak,akan tetapi juga dari segi pendidikan agama yang bersifat aqidah,amaliah dan lain sebagainya,sehingga anak ini mengetahui akan keesaan Allah yang merupakan perkara wajib bagi seluruh ummat.
Oleh sebab itu pembekalan anak dengan ilmu agama hendaknya dilakukan sedini mungkin dengan berbagai upaya,karena ia merupakan farzhu ‘ain yang bersifat individual.Hal ini ditegaskan para ulama dengan pernyataan bahwa haram terhadap seseorang menuntut ilmu selain ilmu agama sebelum ia membekali diri dengan ilmu agama tersebut,yakni ilmu Tauhid yang mengesakan Allah,ilmu Fiqih yang sifatnya tata cara pelaksanaan ibadah dan ilmu lainnya.
D.Masa Pemeliharaan
Sebagai yang kita maklum bahwa pemeliharaan yang dalam bahasa Arab disebut juga dengan hadhanah yang berarti pemeliharaan atau pengasuhan anak yang masih kecil,baik sebelum putusnya ikatan perkawinan maupun setelah terjadinya percerain,hal ini bukan hanya saja tertentu terhadap satu pihak dengan mengabaikan yang lain,akan tatapi hendaklah keduanya ibu dan bapak.
Oleh karena demikian,pengasuhan atau pemeliharaan anak itu berlaku antara dua unsur yang merupakan rukun dalam hukumnya,yaitu orang tua yang mengasuh dan anak yang diasuh,maka keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk wajib dan sahnya pengasuhan tersebut,hal ini tentu saja dalam masalah pengasuhan setelah terjadinya perceraian,maka ibu dan bapak berkewajiban memelihara anaknya secara terpisah.sebab itulah ibu dan bapak bisa mengasuh anaknya dengan ketentuan-ketentuan pengasuh yang disyaratkat[4] :
ü  Berakal.
ü  Merdeka.
ü  Konsisten dalam beragama.
ü  Dapat menjaga kehormatan dirinya.
ü  Menetap ditempak anak yang diasuh.
ü  Keadaan perempuan tidak bersuami.
Ada enam motif utama disini sebagai persyaratan terhadap ibu dan bapak untuk bisa mengasuh anak yang tidak boleh luput dari salah satunya.Sejalan dengan ini,maka ketentuan terhadap anak yang diasuh disyaratkan pula sebagai berikut :
ü  Ia masih berada dalam usia kanak-kanak atau belum balig.
ü  Ia berada dalam keadaan yang tidak sempurna,boleh jadi seperti idiot atau lainnya,sekalipun dia sudah dewasa.
Persyaratan demikian terkait juga dengan masa pemeliharaan yang merupakan masa yang harus dijalani oleh kedua orang tua selama keadaan anak belum balig dan anak yang sudah balig,tetapi kondisinya tidak sempurna.Balig bukan hanya saja diukur dari sampainya usia lima belas tahun,bisa jadi juga dengan sebab mimpi,meskipun usianya masih dibawah lima belas tahun.
E.Biaya-Biayanya
Dari berbagai gambaran yang telah tersebut diatas,hal ini tidak terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan yang berupa material,ini merupakan tanggung jawab suami,maka suamilah yang paling berperan untuk mencukupi keperluannya yang sesuai dengan kesanggupannya.hal tersebut bisa jadi dalam ikatan perkawinan,boleh juga jadi setelah perceraian yang dalam masa pemeliharaan,sebagaimana yang tersebut dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 :
وعلى المولود له رزقهن وكسوتهن بالمعروف لاتكلف نفس الا وسعها لا تضار والدة بولدها ولا مولد له بولده
Artinya :kewajiban ayah untuk memeberikan belanja dan pakaian untuk istrinya dengan cara yang makruf,seseorang tidak dibebani kecuali semampunya,seseorang ibu tidak mendapatkan kesusahan karena anaknya dan seorang ayah tidak mendapatkan kesusahan karena anaknya.
Kewajiban membiayai oleh suami kepada istrinya yang berlaku dalam Fiqh didasarkan kepada pemisahan harta antara suami dan istri,sebab dalam kitab-kitab Fiqh tidak dikenal dengan adanya pembauran harta suami setelah berlansungnya perkawinan.Suami memiliki hartanya sendiri dan istri juga demikian,sebagai kewajibannya suami memberikan sebagian dari hartanya itu kepada istri atas nama nafakah,yang pada gilirannya istri menggunakan untuk keperluan rumah tangga.Tidak ada penggabungan harta,kecuali dalam bentuk syirkah,yang untuk itu dilakukan dalam suatu akad khusus untuk syirkah,tanpa adanya akad tersebut harta tetap terpisah.Prinsip ini mengikuti alur pikiran bahwa suami itu adalah pencari reziki;rezeki yang telah diperolehnya itu menjadi haknya secara penuh dan untuk selanjutnya suami berkedudukan sebagai orang yang membiayai.Sebalik dari itu istri bukanlah sebagai pencari rezeki dan untuk memenuhi kebutuhannya ia berkedudukan sebagai penerima.
Dan dalam al-Qur’an surat at-Thalak ayat 6 juga menyebutkan tentang kewajiban terhadap suami untuk membiayai istrinya,yakni:
وان كن أولت حمل فأنفقوا عليهن حتى يضعن حملهن فان أرضعن لكم فأتوهن أجورهن
Artinya :Dan jika mereka istri-istrinu yang telah kamu talak itu sedang hamil,maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu,maka berikanlah mereka berikanlah biaya-biayanya.
Sungguhpun demikian,bila istri tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri atau dengan bahasa lain istri nusyuz (durhaka) kepada suaminya,menurut jumhur ulama suami tidak wajib memberikan nafakah dalam masa nusyuznya itu,yang namun tetap berkewajiban terhadap anaknya yang dalam masa pemeliharaan.



G.kesimpulan
Dari berbagai meteri yang telah dibahas di halaman sebelumnya,maka dapat kami aplikasikan yang bahwa nasab merupakan suatu legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah sebagai salah  satu akibat dari perkawinan yang sah.Oleh karena itu anak tersebut berhak mendapatkan hak-haknya sebagai akibat adanya hubungan nasab seperti hak warisan,perwalian dan lain sebagainya.Dengan demikian hal ini pun juga lahirnya tanggung jawab terhadap keturunan yang diperani oleh orang tua yang bersifat hak dan kewajiban.

Hak dan kewajiban dapat diklasifikasi kedalam hak suami terhadap istri,hak istri terhadap suami,kewjiban istri terhadap suami dan kewjiban suami terhadap istri,serta hak dan kewajiban keduanya terhadap anak dari hasil suatu perkawinan yang sah yang merupakan bagian tanggung jawab mendidik dan mengasuh melalui tahapan-tahapan tertentu,dalam artian sebelum dan sesudah wujudnya anak tersebut sampai anak itu mencapai usai balig.
Dalam hal mengasuh dan mendidik anak,disini ada dua hal dengan keadaan yang berbeda;pertama,dalam keadaan rumah tangga masih utuh dan kedua,setelah terjadinya perceraian,yang namun kewajiban untuk membiayai hanya kepada satu pihak saja,yaitu suami



Dartar Pustaka
Prof.Dr.Amir Syarifuddin (Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara fiqh munakaht dan undang-undang perkawinan.Jakarta : 2006).
Aminuddin,Slalmat Abidin.(Fiqih Munakahat II Bandung.cv Pustaka Setia).
H.Sulaiman Rasjid.(Fiqh Islam .Attahiriyah.Jakarta.1976).


[1] Prof.Dr.Amir Syarifuddin (Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara fiqh munakahat dan undang-undang perkawinan..Jakarta : 2006).hlm 110
[2] Ibid.hlm 163
[3] Aminuddin,Slalmat Abidin.(Fiqih Munakahat II Bandung.cv Pustaka Setia).hlm 171
[4] H.Sulaiman Rasjid.(Fiqh Islam .Attahiriyah.Jakarta.1976).hlm 404

Jumat, 15 Maret 2013

PEMUDA YANG CERDAS DAN MANDIRI SEBAGAI INVESTASI PEMBANGUNAN ACEH



                                                                                                    Lholsumawe 09 November 2012

PEMUDA YANG CERDAS DAN MANDIRI
SEBAGAI INVESTASI PEMBANGUNAN ACEH
Visi dan misi merupakan salah satu komponen dasar atas suatu lembaga yang didirikan tanpa kecuali Organisasi Kepemudaan.Itu sebabnya agar kita punya arah dalam membawa perubahan,maka kita harus mengkonsepsi visi dan misi yang jelas pandang,terukur dan realistis.Visi dan misi harus menjadi semangat bersama pihak-pihak terkait,karena pembangunan suatu wilayah dapat melibatkan dari berbagai eleman masyarakat,maka visi dan misi mestilah didesiminasikan secara meluas,sehingga masyarakat pun memiliki visi dan misi yang sama,dan memudahkan dalam implamentasi strategis untuk pencapain hal tersebut.
Dengan memadukan antara harapan dan kenyataan yang riil akan melahirkan visi dan misi yang lebih transparan,terukur dan realistis,maka visi dan misi pemuda dalam membawa perubahan terhadap pembangunan Aceh mestilah digrasifikasi berdasarkan impian (harapan) dan potensi (kenyataan).
Dalam kenyataan Aceh pernah dilanda konflik yang berkepanjangan yang membuat masyarakat seakan terpaku dalam pandangan kosong,tanpa harapan untuk dapat bangkit menyonsong masa depan yang lebih cerah,keterpurukan dalam segi pendidikan dan pembangunan membuat suara pemuda lemah dan tak berdaya.Padahal derap langkah pemuda merupakan salah satu titik temu yang membawa kepada perubahan.Semangat kebangsaan nasional yang diploklamirkan pemuda tempo dulu tepatnya pada tanggal 20 Mei 1980,dan sumpah pemuda yang diikrarkan pada tanggal 28 Okteber 1928 yang menyatakan;satu bangsa,satu bahasa dan satu tanah air,seolah-olah tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakat Aceh.
Namun demikian sebuah epilog kehidupan masyarakat Aceh tergambar dalam salah satu hadih maja “Pat ujeun yang hana pirang,pat prang yang hana reda”.Bencana alam gempa dan tsunami merupkan salah satu pemicu lahirnya Aceh baru dalam frame perdamain.Atas berkat Rahmat Allah SWT lahirnya visi dan misi untuk membangun Aceh kearah yang lebih baik,melalui harapan dan potensial dari pemuda merupakan langkah awal pasca perdamain yang dalam jangka panjang memerlukan pemuda-pemuda yang berkualitas tinggi,karena akan bagaimana warna Aceh beberapa tahun yang akan datang,pemuda itu jawabannya,bahkan dari segi agamapun akan bagaimana syariat Islam di Aceh sepuluh,dua puluh,tiga puluh tahun yang akan datang,pemuda-pemudi itu pula jawabannya.Maka dalam hal ini perlu perhatian yang lebih serius dari berbagai elemen untuk mengantisipasi agar bangsa Aceh tidak menumbuhkan bibit-bibit pemuda yang bermental cengeng,pemuda-pemuda yang hanya bisa mengglayuti fasilitas atasan,tanpa itu tidak bisa berbuat apa-apa,yang dalam jangka panjang tidak akan membawa perubahan terhadap pembangunan di Aceh.
Dewasa ini organisasi kepemudaan merupakan salah satu bentuk solidaritas kepedulian terhadap berbagai sektor,baik sektor pembangunan,sosial,budaya dan lain sebagainya,sehingga antara pemuda dan lingkungan strategis yang melingkupinya tidak bisa dipisahkan,dimana peran pemuda ini dalam catatan sejarah merupakan aktor utama yang memiliki peran strategis dalam epilog perjuangan dan perubahan bangsa.
Kebangkitan pemuda-pemuda dalam bingkai organisasi kepemudaan yang mempunyai nilai-nilai historis dalam ranah pembangunan dan perubahan bangsa,ini dipicu dari cita-cita menyatukan organisasi-organisasi pemuda dalam satu forum yang diadakan pada tanggal 30 April 1926,yang dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pemuda seperti;Jong Java,Jong Sumatranen Bond dan dari organisasi pemuda lainnya,yang pada gilirannya melahirkan kongres pemuda Indonesia II,dan menyerukan persatuan berbagai organisasi pemuda dalam satu organisasi pemuda Indonesia,sehingga pada tanggal 28 Okteber 1928 lahirlah sumpah pemuda sebagai wujud kepedulian terhadap perjuangan bangsa.
Sungguhpun demikian,kalau kita amati dari aspek sosiologi,maka kaitan ini muncullah pertanyaan-pertanyaan terhadap perubahan yang ada di Aceh pasca perdamain,yang perubahan tersebut bukan hanya sekedar dari segi pembangunan,akan tetapi menyangkut juga sosial,budaya dan bahkan pendidikan.Apa yang terjadi dengan pemuda Aceh?Sehingga tidak jarang kita liat disurat kabar terjadinya tawuran hanya karena masalah spele.Dimanakah nilai-nilai sumpah pemuda yang telah dikukuhkan oleh pendahulu kita?Ini sebagai bagian dari tanggung jawab kita bersama,sehingga jati diri pemuda-pemuda kita dapat kembali pulih dalam wadah pemersatu bangsa,bahasa dan tanah air.
Meskipun peran organisasi kepemudaan yang proaktif sangat mendukung kemajuan dan perubahan di Aceh,maka hal serupa juga yang harus dilakukan oleh pemeerintah,karena bagaimanapun juga pemerintah mempunyai keweanagan yang melekat pada jabatannya dalam menjalankan perannya sebagai wakil rakyat atau tempat penampungan aspirasi masyarakat,kalau visi dan misi pemerintah jelas pandang,terkur dan realistis,maka perubahan yang berdampak bagi masyarakat akan relevan dengan harapan dan kenyataan,tapi bagaimana jika yang terjadi sebaliknya pemrintah yang terkesan hanya sekedar menghabiskan anggaran negara,implamentasi pembangunan yang satu belum sustainable (berkelanjutan)sudah sibuk merancang program-program yang lain,akhirnya program tersebut berjalan macet,bukankah Aceh memang sudah saatnya bangkit dari keterpurukan secara totalitas dengan membangun karakter bangsa,menimalisir pengangguran,meningkatkan mutu pendidikan,agar bangsa Aceh tidak menjadi tamu bagi tuan rumahnya sendiri.Oleh sebab itu organisasi kepemudaan harus menjadi mutifator utama yang mempunyai visi dan misi jelas dalam merehabilitasi perubahan supaya tercapainya kemkmuran dan keadilan dalam masyarakat.
Memang kita bukan hidup untuk masalalu atau harus larut dalam sejarah,tapi perlu juga diketahui bahwa sejarah merupakan salah satu catatan dalam proses perjalanan perjuangan dengan data-data akuntabel yang dapat kita jadikan sebagai teori dalam menelusuri perkembangan zaman,seperti pergerakan dalam suatu organisasi yang pernah didirikan oleh Jong Java,Jong Sumatranen Bond dan organisasi lainnya,sehingga melahirkan sumpah pemuda yang merupakan bukti otentik dalam ritme sejarah dengan visi dan misi yang jelas,terukur dan realistis.Maka dari itu lahirnya kesan-kesan yang dapat kita ambil contoh,yang bahwa persatuan dan kesatuan dalam arah menuju kemajuan dan perubahan sebagai modal utama dalam membangun bangsa yang langkah awalnya diawali oleh kaum muda dalam bentuk birokrasi keorganisasian yang dilatar belakangi oleh pemuda-pemuda yang cerdas dan kreatif.
Pada tanggal 28 Oktober tiap tahunnya kita memperingati hari sumpah pemuda yang merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia,dengan spirit perjuangannya memberikan inspirasi bagi kita dalam membawa perubahan,dan kesempatan yang baik pula untuk intropeksi rasa kesadaran terhadap bangsa.Aceh dalam masa ke emasan ini sedang berjuang menuju ke arah yang lebih baik,yang membutuhkan pemuda-pemuda yang bersemangat,cerdas,kreatif dan inovatif dalam mengembangkan organisasi kepemudaan,membawa perubahan yang menghuruskan kerja keras agar wujud dan cita masyarakat tercapai secara maksimal.
Organisasi kepemudaan yang mengukir prestasi dalam sub membawa perubahan terhadap bangsa telah membuktikan kebaktiannya terhadap masyarakat,bangsa dan negara untuk tercapainya tujuan yang mulia tanpa mengharapkan imbalan dari manusia,ketulusan dan rela berkorban demi kemakmuran serta kelestarian masyarakat,merupakan salah satu patriot dari kepahlawanan.Pahlawan bukan hanya saja terbatas kepada tingkat kemiliteran yang teng-teng senjata,akan tetapi gelar pahlawan lazimnya disandang karena yang bersangkutan memiliki jasa yang sangat besar terhadap bangsa dan negaranya.Oleh karena demikian organisasi kepemudaan bisa juga dikatakan sebagai pahlawan yang senantiasa menyumbangkan prestasinya dalam berbagai aspek.
Maka dari itu marilah kita mengenang kembali jasa-jasa pemuda serta menerapkan semangat perjuangan sebagaimana yang telah dikukuhkan oleh pendahulu kita,agar organisasi kepemudaan khususnya di Aceh semakin exis dalam mencapai perubahan,sehingga kita terlepas dari pepatah yang mengatakan”buya krueng teudong-dong,buya tamong meuraseki”.Masa depan bangsa Aceh ada dalam genggaman pemuda-pemuda Aceh.Insyaallah.
Penulis :
Nama                          : Wazir
Tempat/Tgl Lahir        : Guha Uleue 08 Oktober 1986
E-mail                         : wajhir@yahoo.com
Hp                               : 085276852109
Jurusan/Prody            : Syari’ah/Ahwal al-Syakhsyiyah (SAS)